Senin, 26 November 2018

HUKUM IJAB KABUL DALAM JUAL BELI


Assamualaikum wr wb

Halo sobat, udah lama saya tidak upload blog karena sedang sibuk berbagai hal di dunia nyata nah stop tentang saya dan mari kita mulai masuk ke masalah jual beli yang sering diperdebatkan orang - orang yaitu ijab dan kabul karena di sekitar kalian pernah bilang kalau tidak ber-ijab kabul dalam jual beli maka jual beli tidak sah benarkah demikian makanya dari itu kita akan bahas mengenai hukum ijab kabul dalam jual beli.





A. Pengertian Jual beli

Menurut pandangan umum Jual beli/perdagangan/perniagaan adalah  kegiatan tukar menukar barang atau jasa atau keduanya yang berdasarkan kesepakatan bersama bukan pemaksaan. Pembeli akan menukar barang atau jasa dengan sejumlah uang yang diinginkan penjual. Dalam perdagangan ada orang yang membuat yang disebut produsen. Kegiatannya bernama produksi. Jadi, produksi adalah kegiatan membuat suatu barang. Ada juga yang disebut distribusi. Distribusi adalah kegiatan mengantar barang dari produsen ke konsumen. Konsumen adalah orang yang membeli barang. Konsumsi adalah kegiatan menggunakan barang dari hasil produksi.
Menurut pandangan islam Secara etimologi, al-bay’u البيع (jual beli) berarti mengambil dan memberikan sesuatu, dan merupakan derivat (turunan) dari الباع (depa) karena orang Arab terbiasa mengulurkan depa mereka ketika mengadakan akad jual beli untuk saling menepukkan tangan sebagai tanda bahwa akad telah terlaksana atau ketika mereka saling menukar barang dan uang.


B. Pengertian Ijab Kabul dalam jual beli






Ijab secara bahasa adalah mengharuskan. Masih seakar kata dengan wajib.
Sedangkan secara istilah, Ijab adalah segala yang dilontarkan oleh penjual untuk menunjukan kerelaannya atas suatu barang untuk dijual belikan. Sedangkan qobul adalah kebalikan dari IjabQobul adalah segala sesuatu yang dilontarkan pembeli untuk menunjukan kerelaan dalam bertransaksi. Ijab dan Qobul ini asalnya adalah menggunakan lafal. Lafal dalam Ijab Qobul harus jelas tidak ada keambiguan. Dan dalam jual beli, tidak masalah apakah ijab dulu atau qobul dulu.


C. Hukum Ijab Kabul dalam jual beli





Ijab Qobul adalah rukun bagi jual beli atau transaksi lainnya. Sehingga dalam Jual Beli atau transaksi lainnya harus ada Ijab Qobulnya. Dalil Ijab Qobul adalah tentang kerelaan antara penjual dan pembeli dalam transaksi, yaitu :
“Kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” (QS. An-Nisa : 29)

Lafal Tertentu & Kebid’ah-an

Menurut Imam Malik, Ijab Qobul tidak harus dilafazkan. Selain tidak harus dilafazkan tidak ada teks pasti dalam Ijab Qobul. Ijab Qobul bisa dalam bentuk apa saja yang menunjukan kerelaan. Seperti mengangguk, kata “iya”, kesepaktan dalam tawar menawar harga, dan lain-lain.
Ijab Qobul tanpa lafaz yang dilisankan ini juga disebut Bay al-mu’athah. Artinya jual beli yang salin tahu sama tahu.
Menurut Ibnu Taimiyah bahwa jual beli, ijarah, hibah, dan sebagainya tidak dibatasi dengan lafaz tertentu. Ini dikarenakan tidak ada dalam al-Qur’an dan as-sunnah. Karena itu, hukum asal yang dijadikan patokan adalah tradisi bahasa dan kebiasaan masyarakat. Apa yang mereka sebut sebagai jual beli, maka itulah jual beli.
Menurut Ibnu Qudamah bahwa Allah telah menghalalkan jual beli tetapi tidak menentukan tatacaranya. Maka dalam hal ini wajib merujuk kepada tradisi dalam hal serah terima (al-qabth), menyimpan barang (hirz), dan perpisahan (at-tafarruq). Tetapi, syariah menentukan hukum-hukum tertentu dan membiarkan yang lain. 
Jadi Syariah Islam tidak menetapkan lafadz tertentu atau perbuatan spesifik untuk ijab qobul dalam jual beli. Bay al-muathah

Syarat Ijab Qabul

  1. Ijab harus sama dengan qobul. Yang dimaksud sama di sini adalah sama dalam ukuran (kuantitas), sifat, tempo, dan lainnya.
  2. Ijab harus bersambung dengan qobul di majelis akad.
  3. Lafadz atau perbuatan yang menunjukan ijab qobul harus jelas. Setidaknya bahasa dan kebiasaan setempat dapat mengetahuinya.
Syarat pertama :
syarat dari jual beli adalah suka sama suka. Rasulullah bersabda
“Sesungguhnya jual beli itu hanya dengan suka sama suka”
Imam an-Nawawi berkata bahwa Disyaratkannya kesesuaian ijab dan qobul. Jika tidak sesuai antara ijab dan qabul maka jual beli tidak sah.
Contoh:
Seandainya seseorang berkata, “Aku jual dengan seribu barang yang layak.” Lalu oran lain berkata, “Saya termia dengan seribu…..” atau sebaliknya, atau dia berkata, “Aku jual seluruh pakaian ini dengan seribu.”, lalu yang lain berkata, “aku terima setengahnya dengan lima ratus, maka tidak sah.” (Rawdhah ath-thalibin, Juz III, Hal. 340)
Yang kedua adalah Ijab dan Qobul harus bersambung ketika akad.
“Hendaknya, penjual dan pembeli tidak berpisah dari jual belinya, kecuali dengan suka sama suka.” (Musnad Imam Ahmad)
Terptusnya ijab dan qabul itu sama artinya dengan terjadi perpisahan, tanpa disertai suka sama suka (saling ridho). Bersambungnya ijab-qabul itu terjadi dalam suatu tempat (majelis) yang sama , jika penjual dan pembeli hadir bersama si satu tempat yang sama; atau majelis di mana pihak yang tidak berada di tempat itu mengetahui ijab, jika kedua pihak berada di tempat yang berbeda.
Yang ketiga adalah lafaz dan perbuatan dalam ijab qobul harus jelas. Jika dalam bentuk ucapan maka ucapan harus jelas menunjukan kerelaan. Jika dalam bentuk tulisan maka harus jelas. Jika dalam bentuk isyarat, maka isyarat tersebut juga harus sudah lumrah menjelaskan kerelaan..

Lafadz dan perbuatannya, baik menurut bahasa atau menurut tradisi harus menunjukkan adanya suka sama suka di antara kedua belah pihak. Hendaknya lafadz dan perbuatan ini digunakan dalam jual beli, sehingga tidak akan terjadi perselisihan. As-Sarkhasi mengatakan, “Akad ladang terjadi dengan penunjukkan (dalalah), kadang pula terjadi dengan pernyataan.” (As-Sarakhsi, Al-Mabsuth, Juz XI, hal. 150).
begitulah sobat-sobat semua tentang hukum ijab kabul dalam jual beli maaf kalau kurang kata saya khilaf.
Wassalamualakum wr wb

Minggu, 25 November 2018

Kisah nabi muhammad menjelang akhir hayatnya


Kisah  Nabi Muhammad SAW menjelang akhir hayatnya


Betapa mulia dan indahnya akhlak baginda Rasulullah SAW Mengingatkan kita sewaktu sakratul maut.

'Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah,
"Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur'an. Barang siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku".

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu.
Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.

"Rasulullah akan meninggalkan kita semua," desah hati semua sahabat kala itu.
Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar.
Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa.

Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, 
Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
"Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk,
"Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?".
"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,"tutur Fatimah lembut.
Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.

"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut bersama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. " Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.

"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti rohmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril.
Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.

"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi.
"Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"
"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.

"Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini." Perlahan Rasulullah mengaduh.
Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.

"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.

"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi.

"Ya Allah, dahsyatnya maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku."

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali mendekatkan telinganya.

"Uushiikum bis-shalaati, wamaa malakat aimaanukum - peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu."
Di luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.
Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan 
telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

"Ummatii, ummatii, ummatiii!" -

"Umatku, umatku, umatku"

Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu.
Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?
Allaahumma sholli 'alaa Muhammad wa'alaihi wasahbihi wasallim.

Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.
Usah gelisah apabila dibenci manusia kerana masih banyak yang menyayangimu di dunia,
tapi gelisahlah apabila dibenci Allah kerana tiada lagi yang mengasihmu di akhirat kelak.